Jumat, 14 April 2017

Makna dan Arti Perbait Puisi ‘Pahlawan Tak Dikenal’ Karya Toto Sudarto Bachtiar

Makna dan Arti Perbait Puisi ‘Pahlawan Tak Dikenal’ Karya Toto Sudarto Bachtiar

Pahlawan Tak Dikenal
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang…
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang…

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan untuk tidur sayang…
Wajah sunyi setengah tergundah
Menangkap sepi pedang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda…
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajah sendiri yang tak dikenalnya…
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: “aku sangat muda”
Klik Tautan untuk membaca biografi singkat Toto Sudarto Bachtiar.



Parafrase Puisi ‘Pahlawan Tak Dikenal’

Untuk memahami sebuah karya sastra puisi dengan mudah, maka perlu dilakukan parafrase terhadap puisi tersebut. Berikut ini adalah parafrase untuk puisi ‘Pahlawan Tak Dikenal’ hasil karya Toto Sudarto Bachtiar.

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi (dia) bukan (sedang) tidur, sayang…
Sebuah lubang peluru (berbentuk) bundar (ada) di dadanya
(dalam)Senyum bekunya (dia)mau berkata, kita sedang perang…
Dia tidak ingat bilamana (kapan) dia datang (ke medan perang ini)
Kedua lengannya memeluk (memegang) senapan (senjata api)
Dia (juga)  tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring (di atas tanah), tapi bukan untuk tidur sayang…
Wajah(nya) sunyi setengah tergundah
(seakan) Menangkap sepi (mengiris seperti) pedang (saat) senja
(penduduk) Dunia tambah (merasa) beku di tengah derap (langkah orang) dan suara  (perbincangan)nmenderu (mengatakan bahwa)
Dia masih sangat muda…
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali (mengenang) memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, (justru) wajah-wajah sendiri yang tak dikenalnya…
(sudah) Sepuluh tahun yang lalu dia (gugur) terbaring
Tetapi (dia tidak sedang) bukan tidur, sayang
(dia mati karena tertembak) Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya (seolah-olah)  mau berkata: “aku (mati berjuang) sangat muda”

Puisi di atas ‘Pahlawan Tak Dikenal’ ditulis pada 1955. Tepat sepuluh tahun peristiwa 10 November yang kemudian dikenang sebagai hari pahlawan. Bukan karena banyak pahlawan yang lahir pada 10 November, melainkan pada 10 November 1945 terjadi pertempuran sengit yang memakan korban jiwa banyak dari rakyat Indonesia di Kota Surabaya.

Sebuah peristiwa penting dalam tonggak sejarah bangsa Indonesia. Dalam pertempuran 10 November, rakyat Indonesia memang kalah karena persenjataan dan tentara yang tidak terlatih seperti tentara penjajah. Tetapi peristiwa tersebut menunjukkan eksistensi bangsa Indonesia bahwa benar-benar ingin merdeka dan siap mempertahankan kemerdekaan.
Contoh Parafrase Puisi yang lain dapat dibaca dalam beberapa artikel ini: Lihat dan Baca
Berikut ini makna puisi ‘Pahlawan Tak Dikenal’ dari masing-masing bait:

Bait pertama:
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang…
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang…

Menunjukkan bahwa tokoh ‘Pemuda Tak Dikenal’ sudah mati karena tertembak. Terbuki dengan adanya baris ketiga yang tertulis, lubar peluru bundar di dadanya. Juga dibuktikan dengan adanya frasa ‘senyum bekunya’. Beku menandakan bahwa seseorang telah mati.
Akan tetapi, tokoh Pemuda Tak Dikenal tidak sedih. Dia tersenyum. Berarti ini menandakan bahwa dia ikhlas mengorbankan jiwa raganya untuk bangsa.
Sementara penggunaan kata ‘kita’ menandakan bahwa penyair ingin melibatkan setiap pembacanya, seluruh rakyat Indonesia dalam emosi puisi tersebut. Mengingatkan bahwa kita pernah mengalami hal semenyakitkan itu.
Bait Kedua:
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan untuk tidur sayang…

Bait kedua puisi di atas menggambarkan bahwa dia (Pemuda) datang ke medan pertempuran sudah lama. Sampai tiadak ingat. Dia datang berperang juga tidak tahu untuk siapa. Penggunaan kata ‘siapa’ mengindikasikan alasan kedatangannya ke medan pertempuran bukan untuk orang lain, tetapi untuk bangsa dan negaranya.

Meskipun akhirnya dia gugur terbaring, tetapi sebelumnya sudah memegang senapan. Berarti sedang berperang.

Bait Ketiga:
Wajah sunyi setengah tergundah
Menangkap sepi pedang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda…

Kini wajah sang pemuda penuang itu sudah sepi. Tak bisa lagi berjuang. Di agak gundah, atau bingung. Menangkap sepi saat sudah senja. Kata senja menandakan akhir perjalanan. Jadi, akhir perjuangan pemuda tersebut.

Selain dirinya dan senyumnya yang membeku. Orang-orang di dunia juga ikut terpaku dan terharu. Sehingga banyak pergunjingan di dunia internasional yang mengatakan bahwa pemuda pejuang itu masih sangat muda saat gugur.

Bait Keempat:
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajah sendiri yang tak dikenalnya…

Setelah tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan, banyak orang yang berbondong ikut-ikutan memperingati. Kata hujan menandakan bahwa suasana sedang sedih. Hujan identik dengan tangis.

Peringatan yang dilakukan sekadar peringatan. Sekadar merangkai bunga, tetapi tidak mengenal sang pejuang yang gugur, untuk apa dia berjuang hingga gugur. Yang tampak adalah keasingan yang tak dikenal. Tidak mengenal potensi diri, tidak mengenal potensi bagi negara.

Bait Kelima
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: “aku sangat muda”

Bait kelimat tersebut mengindikasikan bahwa kita harus mengenangnya. Setelah sepuluh tahun lalu (puisi ditulis 1955), maka yang dimaksud adalah 1945, tahun proklamasi Indonesia sekaligus pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Dalam bait terakhir tersebut ‘hanya’ ditulis: mau berkata: aku sangat muda.

Baris terakhir bisa dimaknai sebagai adanya gugatan pada keadaany. Jika ditulis panjang bisa berupa tulisan seperti ini:
Aku masih sangat muda, sudah gugur di medan perang. Tidak mengharapkan imbalah apa atau jadi siapa. Semua yang kulakukan  demi negara Ini. Jangan buat mainan, jangan mengutamakan kepentingan diri sendiri, tetapi dahulukan kepentingan bersama.

Aku rela mati sangat muda. Kita harus bisa menjalankan dengan baik kemerdekaan Indoneisa. Kemerdekaan Indonesia harus dibayar mahal. Maka kini kau tinggal mengisinya masak masih sangat muda menyerah kepada keadaan.

Refleksi Puisi

Penjelasan di atas adalah materi pengetahuan puisi ditinjau dari makna keseluruhan yang diterapkan.

Intinya: Banyak pemuda tak dikenal yang gugur di palagan 10 November di Surabaya. Jika berhenti maka kita akan jalan terus.

Banyak pemuda yang gugur karena sudah angkat senjata. Kematiannya dalam usia yang sangat muda, semakin menjadi perhatian dunia. Gugurnya semakin menjadi deru perbincangan orang dunia internasional.


Demikian penjelasan mengenai makna dan arti puisi ‘Pahlawan Tak Dikenal’. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar