FORMAT LAPORAN HASIL PEMBEKALAN PESERTA PLPG TAHUN 2017
Nama Peserta : ……………………………..
NUPTK : ……………………………..
Nomor Peserta PLPG :……………………………..
Bidang Studi Sertifikasi : ……………………………..
Sekolah Asal : ……………………………..
I. LAPORAN MENTORING PERIODE SATU
Sumber Belajar Pedagogik
A. Ringkasan materi
1. karakteristik potensi peserta didik,
2. teori belajar,
3. model model pembelajaran, dan
4. penilaian
B. Materi yang sulit dipahami
Uraikan materi yang menurut Anda sulit dipahami dalam bagian ini
C. Materi esensial apa saja yang tidak ada dalam Sumber Belajar
Uraikan materi yang menurut Anda anggap esensial tetapi tidak dijelaskan dalam bagian ini
D. Materi apa saja yang tidak esensial namun ada dalam Sumber Belajar
Uraikan materi yang menurut Anda tidak esensial tetapi dijelaskan dalam bagian ini
FORMAT PENILAIAN LAPORAN HASIL PEMBEKALAN PLPG
(Untuk Instruktur)
Nama Peserta : ……………………………..
NUPTK : ……………………………..
Nomor Peserta PLPG : ……………………………..
Bidang Stud iSertifikasi : ……………………………..
Sekolah Asal : ……………………………..
Sumber Belajar Pedagogik/Bidang Studi*)
No | ASPEK | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
A. | Ringkasan Materi | |||||
1. Kesesuaian uraian dengan isi sumber belajar | ||||||
2. Kejelasan uraian | ||||||
3. Kecermatan uraian | ||||||
4. Keruntutan uraian | ||||||
5. Penggunaan bahasa | ||||||
B. | Materi yang sulit dipahami | |||||
1. Kecermatan | ||||||
2. Kejelasan | ||||||
3. Ketepatan argumentasi | ||||||
C. | Materi esensial yang tidak ada dalam Sumber Belajar | |||||
1. Kecermatan | ||||||
2. Kejelasan | ||||||
3. Ketepatan argumentasi | ||||||
D. | Materi tidak esensial namun ada dalam Sumber Belajar | |||||
1. Kecermatan | ||||||
2. Kejelasan | ||||||
3. Ketepatan argumentasi | ||||||
E. | Jawaban Latihan Soal Uraian | |||||
Ketepatan jawaban | ||||||
Total Skor | ||||||
Konversi (skala 100) |
*) Coret yang tidak perlu
..........................………, ………... 2017
Penilai I, --------------------------------------------------- | Penilai II, ------------------------------------------------- |
CONTOH LAPORAN PRAKONDISI / PEMBEKALAN AWAL PESERTA PLPG 2017
SUMBER BELAJAR KOMPETENSI PEDAGOGIK TEORI BELAJAR
A. RINGKASAN MATERI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB III
TEORI BELAJAR
MATERI PEDAGOGIK
BAB III
TEORI BELAJAR
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI BELAJAR
A. Tujuan
Peserta pelatihan dapat menjelaskan teori belajar dan mampu memberikan
contoh penerapannya dalam pembelajaran matematika.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu mendeskripsikan teori belajar behavioristik
2. Mampu mendeskripsikan teori belajar Vygotsky
3. Mampu mendeskripsikan teori belajar van Hiele
4. Mampu mendeskripsikan teori belajar Ausubel
5. Mampu mendeskripsikan teori belajar Bruner
6. Mampu menerapkan teori belajar dalam pembelajaran matematika
C. Uraian Materi
Sesuai dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru.
1. Teori belajar behavioristik
Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response).
Berikut dipaparkan empat teori belajar tingkah laku yaitu teori belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura.
a. Teori Belajar dari Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga teori belajar koneksionisme.Pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect).
1) Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu kemudian melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya.
a. Teori Belajar dari Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga teori belajar koneksionisme.Pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect).
1) Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu kemudian melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya.
2) Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi.
3) Hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat.
Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut:
1) Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response)
Individu diawali dengan proses trial and error yang menunjukkan bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2) Hukum sikap (law of attitude)
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3) Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element)
Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4) Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy)
Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru.
1) Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response)
Individu diawali dengan proses trial and error yang menunjukkan bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2) Hukum sikap (law of attitude)
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3) Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element)
Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4) Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy)
Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru.
5) Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting)
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama. Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons.
2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulusrespons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apaapa.
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:
1) Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalan.
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama. Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons.
2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulusrespons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apaapa.
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:
1) Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalan.
3) Hierarkis penyusunan komposisi materi dalam kurikulum merupakan hal yang penting.Materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah.
b. Teori Belajar Pavlov
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Terkait dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan.
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Terkait dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan.
c. Teori Belajar Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal yang dapat diamati dan diukur.
d. Teori belajar Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflex otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi perilaku.
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal yang dapat diamati dan diukur.
d. Teori belajar Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflex otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi perilaku.
Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep, yaitu:
1) Reciprocal determinism
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku, dan lingkungan.
1) Reciprocal determinism
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku, dan lingkungan.
2) Beyond reinforcement
Bandura memandang reinforcement penting dalam menentukan apakah
suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi.
3) Self-regulation/cognition
Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri.
Prinsip dasar belajar sosial (social learning) adalah:
1) Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
2) Dalam hal ini, seorang siswa mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/sekelompok orang yang mereaksi/merespon sebuah stimulus tertentu.
3) Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya: guru/orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya pembiasaan merespons (conditioning) dan peniruan (imitation).
Teori belajar sosial memiliki banyak implikasi untuk penggunaan di dalam kelas, yaitu:
1) Siswa sering belajar hanya dengan mengamati orang lain, yaitu guru.
2) Menggambarkan konsekuensi perilaku yang dapat secara efektif meningkatkan perilaku yang sesuai dan menurunkan yang tidak pantas. Hal ini dapat melibatkan berdiskusi dengan pelajar tentang imbalan dan konsekuensi dari berbagai perilaku.
3) Modeling menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk mengajar. Untuk mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus memastikan bahwa empat kondisi esensial ada, yaitu perhatian, retensi, motor reproduksi, dan motivasi
4) Guru dan orangtua harus menjadi model perilaku yang sesuai dan berhatihati agar mereka tidak meniru perilaku yang tidak pantas,
5) Siswa harus percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Sehingga sangat penting untuk mengembangkan rasa efektivitas diri untuk siswa. Guru dapat meningkatkan rasa efektivitas diri siswa dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri siswa, memperlihatkan pengalaman orang lain menjadi sukses, danmenceritakan pengalaman sukses guru atau siswa itu sendiri.
6) Guru harus membantu siswa menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi akademiknya. Guru harus memastikan bahwa target prestasi siswa tidak lebih rendah dari potensi siswa yang bersangkutan.
7) Teknik pengaturan diri menyediakan metode yang efektif untuk meningkatkan perilaku siswa.
2. Teori belajar Vygotsky
Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu akan menggunakan pengetahuan dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk membantu memahami masalah atau materi baru. Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.
Bandura memandang reinforcement penting dalam menentukan apakah
suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi.
3) Self-regulation/cognition
Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri.
Prinsip dasar belajar sosial (social learning) adalah:
1) Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
2) Dalam hal ini, seorang siswa mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/sekelompok orang yang mereaksi/merespon sebuah stimulus tertentu.
3) Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya: guru/orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya pembiasaan merespons (conditioning) dan peniruan (imitation).
Teori belajar sosial memiliki banyak implikasi untuk penggunaan di dalam kelas, yaitu:
1) Siswa sering belajar hanya dengan mengamati orang lain, yaitu guru.
2) Menggambarkan konsekuensi perilaku yang dapat secara efektif meningkatkan perilaku yang sesuai dan menurunkan yang tidak pantas. Hal ini dapat melibatkan berdiskusi dengan pelajar tentang imbalan dan konsekuensi dari berbagai perilaku.
3) Modeling menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk mengajar. Untuk mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus memastikan bahwa empat kondisi esensial ada, yaitu perhatian, retensi, motor reproduksi, dan motivasi
4) Guru dan orangtua harus menjadi model perilaku yang sesuai dan berhatihati agar mereka tidak meniru perilaku yang tidak pantas,
5) Siswa harus percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Sehingga sangat penting untuk mengembangkan rasa efektivitas diri untuk siswa. Guru dapat meningkatkan rasa efektivitas diri siswa dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri siswa, memperlihatkan pengalaman orang lain menjadi sukses, danmenceritakan pengalaman sukses guru atau siswa itu sendiri.
6) Guru harus membantu siswa menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi akademiknya. Guru harus memastikan bahwa target prestasi siswa tidak lebih rendah dari potensi siswa yang bersangkutan.
7) Teknik pengaturan diri menyediakan metode yang efektif untuk meningkatkan perilaku siswa.
2. Teori belajar Vygotsky
Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu akan menggunakan pengetahuan dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk membantu memahami masalah atau materi baru. Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.
Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan : Tahap perkembangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua. Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky merupakan aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial.
3. Teori Belajar Van Hiele
Van Hielen menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi.
a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (holistic).
b) Tahap Analisis (Deskriptif)
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciriciri dari masing-masing bangun.
Van Hielen menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi.
a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (holistic).
b) Tahap Analisis (Deskriptif)
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciriciri dari masing-masing bangun.
c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)
Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun.
Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun.
d) Tahap Deduksi
pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.
e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsipprinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil.
pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.
e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsipprinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil.
4. Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.Pengaturan Awal (advance organizer). b.Diferensiasi Progresif. c. Belajar Superordinat. d. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif).
Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.Pengaturan Awal (advance organizer). b.Diferensiasi Progresif. c. Belajar Superordinat. d. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif).
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman (1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan pengaturan awal. Sedangkan fase pelaksanaan dalam pemebelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi progresif, dan rekonsiliasi integratif.
5. Teori Belajar Bruner
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dari Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi belajar kognitif yang memberikan dorrongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir.
5. Teori Belajar Bruner
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dari Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi belajar kognitif yang memberikan dorrongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir.
Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan pengetahuan.
Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuan secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents), yaitu:
a. Cara penyajian enaktif
Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung dalam memanipulasi (mengotak-atik ) objek, sehingga bersifat manipulatif. Anak belajar sesuatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
a. Cara penyajian enaktif
Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung dalam memanipulasi (mengotak-atik ) objek, sehingga bersifat manipulatif. Anak belajar sesuatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
b. Cara penyajian ikonik
Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir.
c. Cara penyajian simbolik
Cara penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir.
c. Cara penyajian simbolik
Cara penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Selanjutnya Bruner memberikan arahan bagaimana peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa, sebagai berikut.
a. Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah.
a. Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah.
b. Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik, kemudian simbolik karena perkembangan intelektual siswa diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik.
c. Pada saat siswa memecahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor.
d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail.
c. Pada saat siswa memecahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor.
d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail.
D. Daftar Pustaka
Bruner, J.S.1960. the Process of Education. Cambridge. Havard University Press.
Crowly, L. Mary. 1987. The van Hiele Model of The Development of Geometric Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp. 1 – 16. NCTM, USA. Dahar,
Ratnawilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Bruner, J.S.1960. the Process of Education. Cambridge. Havard University Press.
Crowly, L. Mary. 1987. The van Hiele Model of The Development of Geometric Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp. 1 – 16. NCTM, USA. Dahar,
Ratnawilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Flavell, J. H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. New York: D. Van Nostrand Company.
Fuys, D., Geddes, d., and Tischler. 1988. The van Hiele Model Tinking in Geometry among Adolescent. Journal for research in Mathematics Education. Number 3. Volume XII.
Imam Sujadi, dkk. 2016. Teori Belajar, himpunan, dan Logika Matematika. Guru Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: PPPPTK Kemdikbud.
Schunk, D. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective sixth edition. Diterjemahkan oleh : Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: JICA.
Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta:P2LPTK.
Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of an Analogy between Evolution by Natural Selection and Human Cognitive Architecture. Instructional Science, 32(1-2), 9-31.
Taylor. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular
Fuys, D., Geddes, d., and Tischler. 1988. The van Hiele Model Tinking in Geometry among Adolescent. Journal for research in Mathematics Education. Number 3. Volume XII.
Imam Sujadi, dkk. 2016. Teori Belajar, himpunan, dan Logika Matematika. Guru Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: PPPPTK Kemdikbud.
Schunk, D. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective sixth edition. Diterjemahkan oleh : Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: JICA.
Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta:P2LPTK.
Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of an Analogy between Evolution by Natural Selection and Human Cognitive Architecture. Instructional Science, 32(1-2), 9-31.
Taylor. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular
SUMBER BELAJAR (LENGKAP pdf. ) TEORI BELAJAR
B. MATERI YANG SULIT DIPAHAMI
Materi yang sulit saya pahami adalah teori belajar Bruner, khususnya pada bagian penjelasan tiga sistem keterampilan yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents), meliputi: cara penyajian enaktif, cara penyajian ikonik, cara penyajian simbolik dan penerapannya dalam pembelajaran. Penggunaan tiga istilah tersebut cukup membingungkan bagi saya sehingga perlu membaca berulang-ulang untuk dapat memahami tiga konsep tersebut dan dapat membedakan ketiga konsep tersebut.
C. MATERI ESENSIAL YANG TIDAK ADA DALAM SUMBER BELAJAR
Materi esensial atau materi yang penting/mendasar yang tidak ada dalam sumber belajar yaitu tentang prinsip-prinsip pembelajaran.
Dalam permendiknas nomor 16 tahun 2017 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru dinyatakan bahwa salah satu kompetensi guru mata pelajaran adalah Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
Pada sumber belajar/modul lebih banyak membahas materi teori belajar dan kurang membahas prinsip-prinsip pembelajaran.
Pengertian Prinsip Pembelajaran
Kata prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti “asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar”. Prinsip merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam berfikir atau bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar pokok berpikir, berpijak atau bertindak.
Kata pembelajaran adalah suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh pihak guru dan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Jadi prinsip-prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya proses pembelajaran yang dinamis dan terarah (http://kurniawaalex.blogspot.co.id/2015/05/makalah-prinsip-prinsip-pembelajaran.html).
Prinsip pembelajaran terdiri atas tujuh macam, meliputi:
1. Perhatian dan motivasi
2. Keaktifan
3. Keterlibatan langsung
4. Pengulangan
5. Proses individual
6. Tantangan
7. Balikan dan penguatan
(Mudjiono dan Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta).
D. MATERI TIDAK ESENSIAL YANG TERDAPAT PADA SUMBER BELAJAR
Menurut saya pada sumber belajar materi semuanya adalah materi esensial atau dengan kata lain tidak terdapat materi tidak esensial pada sumber belajar. Materi pada sumber belajar yang menjelaskan tentang berbagai teori belajar dan penerapannya pada pembelajaran semua penting (esensial) bagi guru. Dengan memahami berbagai teori pembelajaran dan penerapannya dalam proses pembelajaran memungkinkan guru mampu mendesaian dan melaksanakan pembelajaran yang berkualitas/efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
BACA JUGA
CONTOH LAPORAN PRAKONDISI BENTUK WORD, PETA KONSEP, DAN POWERPOINT MATERI PENILAIAN
BACA RINGKASAN MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
BACA PEDOMAN MEREVISI DAN CONTOH REVISI LAPORAN PRAKONDISI PLPG 2017
BACA 125 SOAL PEDAGOGIK PERSIAPAN UTN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar